Senin, 21 Mei 2012

Irshad Manji, Lady Gaga dan Degradasi Intelektualitas


Beberapa pekan ini, media massa –baik cetak maupun elektronik  -- ramai memberitakan dan mendiskusikan masalah pro-kontra pembatalan konser penyanyi Amerika Lady Gaga di Indonesia. Berbagai alasan dikemukakan. Pihak yang mendukung konser Lady Gaga beralasan bahwa konser musik adalah bagian dari kebebasan berekspresi, sebelumnya terjadi juga pembubaran acara diskusi (lebih tepatnya orasi propaganda) di salah satu kampus terbaik negeri ini (UGM) yang berencana menghadirkan pembicara kontroversial irshad manji (yang juga sekaligus pengidap penyakit penyimpangan seksual lesbian), tetapi menarik melihat respon "sebagian besar media", dan "sebagian kecil masyarakat" kita , terhadap pembatalan impor budaya sampah tersebut, Pertama masalah konser : Polisi ,dalam hal ini polda metro jaya mengeluarkan rekomendasi pelarangan setelah terjadi gejolak sosial pada masyarakat tentang penolakan terhadap konser tersebut, konser ini dinilai sebagian besar masyarakat hanya meracuni pemikiran dan gaya hidup anak muda indonesia yang semakin lama ,semakin rendah saja dalam mematok standar dalam menjadikan seseorang sebagai idola sangat "bermental jajahan", konser yang tidak sesuai dengan kearifan lokal yang juga non-pancasilais ini ,sebagai representatif budaya neo-liberal yang coba dipasarkan melalui agen-agennya di indonesia hanya dengan pertimbangan komersil tanpa memikirkan efek negatif dari konser ini, saya agak heran dengan sikap kita ini, padahal di berbagai kuliah pada pasca sarjana yang saya tempuh tentang kajian - kajian akademis terkait masalah ekonomi dan budaya, issue mengenai "ethics" juga "social responsibility" menjadi pembicaraan mutahir dan serius dikaji serta mendapat atensi tinggi pada saat ini dari pakar-pakar akademis di barat, dimana terjadi pergeseran paradigma terhadap pemikiran barat yang semakin mengadopsi budaya "timur", contohnya adalah jika dahulu para ekonom kapitalis beranggapan bahwa tujuan dari business process sebuah perusahaan adalah only "being profitable" sebagai tanggung jawab ekonomis, maka sekarang lahir konsep yang menjelaskan bahwa tujuan puncak dari perusahaan adalah tidak sekedar menghasilkan profit , tetapi menjadi Good Corporate Citizen, maka lahirlah konsep corporate social responsibility (CSR) sebagai tanggung jawab sosial.
Jika mereka saja (barat) mengadopsi budaya timur untuk perbaikan dan pengembangan kehidupan mereka, lalu untuk apa kita mengimpor budaya sampah mereka yang jelas-jelas tidak ada manfaatnya dan cenderung merusak bahkan sudah ditinggal oleh barat? Lalu dimanakah tanggungjawab sosial promotor kita terhadap generasi muda bangsa untuk memfilter perilaku penghujatan agama, penyembahan setan, budaya seks bebas, porno aksi yang sering ditampilkan lady gaga? http://showbiz.vivanews.com, menurunkan berita berjudul:  “Mimpi Lady Gaga: Selalu Dihantui Roh Jahat”.  Kata Lady Gaga, "Aku berulang kali bermimpi ada hantu di rumahku dan dia membawaku ke sebuah ruangan." Sebelumnya, pada 2 Februari 2012, situs yang sama juga menulis berita berjudulLady Gaga Berburu Sperma Pria Berdarah Italia.”
Apakah budaya-budaya seperti ini yang layak diimpor kesini? Apakah ada jaminan bahwa anak muda indonesia yang dikenal labil , mampu memfilter dan hanya sekedar menikmati musik? apalagi kita tahu kecenderungan seorang fans terhadap idola bersifat imitasi, dia akan sebisa mungkin menyamai idolanya dalam hal apapun termasuk gaya hidup menyimpang sang idola, Daniel Kruger, seorang psikolog evolusioner dari Universitas Michigan menyatakan bahwa remaja sekarang cenderung mempelajari dan mengikuti prilaku para idolanya. Bahkan James Houran menyatakan bahwa selebritis sudah seperti obat-obat terlarang (bahaya kecanduannya) KEDUA pembatalan diskusi di kampus saya (UGM) , oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Soedjarwadi, M.Eng., Ph.D. , saya merasa lega institusi tempat saya belajar, ternyata mempunyai filter terhadap mana yang layak didiskusikan secara ilmiah mana yang tidak layak, jika kita membaca buku terbaru irshad manji  berjudul “Allah, Liberty and Love" terlihat jelas buku ini sangat tidak layak disebut karya ilmiah dan besifat fiksi, kata-kata yang digunakan Manji  dalam berbagai bagian buku ini sangat vulgar, jauh dari nuansa akademis. Dan lucu nya dia diundang sebagai reformis islam , bagaimana mungkin seseorang yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama islam diundang ceramah sebagai pembicara tetang islam? Inilah mungkin yang dimaksud oleh para ulama sebagai Ruwaibidhah = Orang DUNGU yang sok berbicara tentang umat.
Inilah realita bangsa indonesia yang masih bermental dijajah, mudah sekali mengimpor dan menyerap budaya-budaya merusak, mengundang pembicara sampah untuk materi yang gak penting , hanya hujatan kepada  agama dan jauh dari kesan ilmiah, padahal masih banyak budaya luar yang layak kita adopsi seperti "budaya inovatif" pendiri Apple Steve Jobs, kalau saja indonesia bisa mengundang pembicara berkelas seperti bill gates untuk menceritakan kisah hidup yang inspiratif , bagaimana dia membangun Microsoft hingga sebesar saat ini, mungkin ini lebih berguna daripada mengudang seorang pengidap penyakit menyimpang seksual sepeti manji untuk berbicara masalah agama yang dia sendiri tidak pernah mendalaminya....Inilah mengapa saya simpulkan terjadi keterbelakangan logika dan juga degradasi intelektulitas di negeri ini, bangkitlah pemuda untuk kemajuan bangsa ini, jangan mau hanya menjadi penonton pengembangan peradaban, tapi jadilah pelaku sejarah dan membangu peradaban, hal ini dapat kita mulai dengan meninggalkan budaya sampah dan mempelajari budaya-budaya luhur mengenai IPTEK dan hal-hal berguna lainnya.




Jumat, 23 September 2011

Kritik Sistem Ekonomi Kapitalis

Ada yang menarik dari kuliah pasca sarjana MM UGM malam ini, mata kuliah yang dibahas adalah Introdution to Financial Management , Dosen kami  mengadopsi teori Financial Corporate ala amrik yang merupakan implementasi dari sistem ekonomi kapitalis, beliau mengatakan bahwa tujuan dari Corporate Finance adalah "maximize shareholder wealth" (memaksimalkan kekayaan pemegang saham/pemodal), hal ini menjadi kesepakatan seluruh ekonom kapitalis (seperti  Eugene F. Brigham, Stephen A. Ross, dkk) dimanapun baik di amrik maupun di indonesia (yang "ikut-ikutan" mengadopsi hal ini). Memang jika kita cermati sistem ekonomi kapitalis menitikberatkan pada modal (kapital) sehingga para pemegang saham/pemodal menjadi aktor utama yang harus diprioritaskan (first priority)  untuk mendapatkan feed-back yang sebanyak-banyaknya, tidak heran jika kondisi yang terjadi di negeri yang mengadopsi sistem ini adalah semakin kaya orang yang kaya, dan semakin miskin orang yang miskin , karena begitu sempitnya "distribusi kesempatan" yang dimiliki oleh pelaku ekonomi selain para pemegang saham/pemodal. Kontras sekali jika dibandingkan dengan sistem ekonomi syariah yang bertujuan memaksimalkan seluruh pemegang kepentingan (Maximize stakeholder wealth include shareholder) , ada pernyataan beliau juga yang menegaskan bahwa para stakeholder itu sebenarnya telah dibayar dengan pantas ketika corporate menyertakan mereka dalam expend sebelum nett profit , tetapi menurut saya pribadi itu bukanlah perhatian kepada stakeholder yang bersusah payah dan aktif mencari profit, pembayaran salary kepada stakeholder adalah "konsekusensi logis" dari tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Lalu pertanyaannya adalah seberapa kuat sistem ekonomi kapitalis ini di dunia nyata yang tentu sering kontraproduktif dengan teori-teori para ekonom kapitalis itu ? jawabannya SANGAT RAPUH bahkan terkadang self destructive...!!!
Berdasarkan statistik, ternyata terjadi siklus krisis moneter yang berulang, tidak hanya terjadi di negeri kita juga terjadi di dunia (krisis global), Hanya saja, kurun siklusnya berbeda-beda. Untuk negara-negara maju dengan fundamental ekonomi yang cukup baik seperti Jepang, negara di Eropa atau Amerika Serikat, siklusnya sekitar 25 tahunan. Indonesia, Thailand dan negara serupa sekitar 7 tahunan. Indonesia pernah mengalami krisis meski tidak parah di tahun 90-an. Perbaikan terus berlangsung. Pertengahan 1997 krisis ekonomi hebat melanda Indonesia. Setelah itu, saat recovery belum lagi sempurna, guncangan kembali terjadi sekitar tahun 2005, utamanya setelah kenaikan BBM, dan terus berlangsung hingga sekarang (siklus krisis moneter yang berulang). Salah satu penyebab utama adalah adanya praktik riba dan judi. Keduanya membentuk sektor non-real dalam sistem ekonomi kapitalis baik dalam bentuk perbankan, asuransi, maupun perdagangan saham. Dalam sistem kapitalis, money (juga capital) memang dipandang sebagai private goods. Dalam pikiran mereka, baik diinvestasikan dalam proses produksi atau tidak, semua capital  harus menghasilkan uang. Faktanya,  investasi di sektor non-real saat ini memang cenderung terus meningkat, jauh melampaui uang yang beredar di sektor produksi. Inilah yang disebut oleh Paul Krugman (1999) sebagai “ekonomi balon” (bubble economy).
Ada lebih dari Rp 230 triliun dana masyarakat yang dikumpulkan oleh berbagai bank dengan susah-payah, juga Rp 90 triliun dana milik Pemda seluruh Indonesia, yang ternyata idle (menumpuk tak bergerak) di Bank Indonesia. Hal ini membuat pertumbuhan ekonomi yang dicapai tidak secara otomatis berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Jika pada tahun 2000 setiap pertumbuhan ekonomi 1% menyerap sekitar 400.000 tenaga kerja, tahun 2003 menurun menjadi hanya 253.000, bahkan tahun 2006 lalu pertumbuhan 1% hanya membuka 42 ribu.
Sementara itu, di lantai bursa setiap hari beredar uang hingga Rp 3 triliun. Kapitalisasi bursa saham di Indonesia memang terus meningkat. Bila tahun 2005 lantai bursa menyumbang 36% dari PDB, tahun 2006/2007 ini, bursa saham Indonesia menyumbang 42 % PDB atau sekitar Rp 1.800 triliun. Meski begitu, keadaan ini tidak menggembirakan Wapres Jusuf Kalla karena perfomance bursa saham Indonesia, yang katanya termasuk paling bagus di dunia, tidak otomatis mempengaruhi sektor real. Bila pasar modal tidak dapat menggerakkan sektor real maka pasar modal tidak ada artinya. Itu kata Jusuf Kalla di depan Indonesia Investor  Forum di Jakarta akhir Mei lalu. Karenanya, ia menghimbau agar bursa saham memperhatikan sektor real;  sebuah himbauan yang sia-sia karena keduanya memang tidak berhubungan.  Pemicu krisis ekonomi adalah sektor non-real atau moneter yang memang dikenal sebagai sektor penuh spekulasi. Kekacauan di sektor ini menyebabkan kekacauan di sektor real (produksi, perdagangan dan jasa). Harga-harga barang dan jasa naik bukan karena hukum permintaan dan penawaran (supply and demand), namun karena suku bunga perbankan naik dan terjadinya depresiasi rupiah terhadap dolar AS.
Dari pengalaman krisis tahun 1997 lalu, jelas terbukti bahwa bunga bank memang selalu akan memberikan tekanan terhadap kegiatan ekonomi. Sistem perbankan dengan bunga sangat berpengaruh terhadap bergairah-tidaknya serta sehat-tidaknya kegiatan ekonomi masyarakat. Riba memang akan selalu menjadi sumber labilitas ekonomi. Tatanan ekonomi masyarakat yang ditopang dengan sistem ribawi tidak akan pernah betul-betul sehat. Kalaupun suatu ketika tampak sehat, ia sesungguhnya sedang menuju ke satu  titik kolaps setelah mencapai puncaknya dari sebuah siklus krisis ekonomi. Karena itu, dengan tegas Dr. Thahir Abdul Muhsin Sulaiman menyebut bahwa bunga bank merupakan salah satu sumber labilitas perekonomian dunia. Menurut saya pribadi memang bunga bank adalah produk sistem kapitalis yang hanya concern kepada para nasabah dalam hal ini adalah para pemegang saham/pemodal/investor, sehingga perusahaan mencoba memaksimalkan keuntungan mereka dengan cara menawarkan bunga , tapi sayang yang terjadi justru perekonomian kita ditopang oleh sektor non-real, beda jika kita bertujuan untuk mengakomodir seluruh kepentingan pelaku ekonomi, maka deviden yang dibagikan menjadi 2 arah, selain mengakomodir keuntungan shareholder akan tetapi tidak melupakan keuntungan stakeholder sehingga perekonomian ditopang oleh sektor real , selain itu pembagian nett profit yang fair ini justru menjadi motivasi tersendiri bagi para stakeholder untuk memaksimalkan profit yang akhirnya berimbas positif kepada shareholder, demikianlah opini penulis terhadap sistem kapitalis tersebut.
kesimpulan saya pribadi sistem kapitalis secara historis adalah sistem yang rapuh, sehingga kita tidak perlu mengimpor sistem ini untuk diaplikasikan di negeri ini.
Sumber : Dr. Thahir Abdul Muhsin Sulaiman, Ir. Ismail Yusanto, MM

Kamis, 14 Juli 2011

Menggugat "INDEPENDENSI" Media

 Sulit mencari media yg benar-benar objektif di negeri ini, Kebanyakan pemiliknya pun orang-orang yang memang terlibat aktif di peta perpolitikan negeri ini sehingga wajar hampir tak ada media yang benar-benar "merdeka" dalam mengusung opini. Seolah berita telah diskenario sedemikian rupa, masyarakat awam pun "dipaksakan" untuk menerima kesimpulan mereka, beberapa saat lalu terjadi peristiwa aktual di negeri ini, alih-alih memberitakan fakta, media malah sibuk menjudge sejumlah tokoh tanpa bukti yang valid. Ketika aparat kepolisian belum menarik benang merah, media seolah-olah bertindak selaku detektif partikelir dengan segudang kesimpulan yg terbukti ngawur pada akhirnya. Dalam debat-debat yg memojokan salah satu pihak pun, contoh kasus Ahmadiyah, media tidak pernah imbang menghadirkan kedua belah pihak, narasumber yg dihadirkan adalah narasumber yg mempunyai kesimpulan sama dengan mereka sehingga, dialog terksesan sebuah dagelan yg menuju ke arah serta kesimpulan sama....Media pun mempunyai kekuatan dahsyat dan bertanggungjawab penuh atas terbeloknya isu-isu penting di negeri ini, .

Contoh dari ketidakberpihakan media terhadap kebenaran juga terlihat sangat jelas terhadap tragedi terorisme di Oslo, pada tanggal 22 juli , ledakan bom besar mengguncang kantor pemerintah di ibukota Norwegia, Oslo, menewaskan delapan orang dan menyebabkan beberapa lainnya terluka.
Pada hari yang sama, enam puluh delapan anggota sayap pemuda Partai Buruh Norwegia tewas dalam penembakan di Pulau Utoeya dekat Oslo.
Diberitakan Reuters, Senin (25/7/2011), ketika peristiwa itu baru saja terjadi, sejumlah media sempat membuat spekulasi siapa pelaku tindakan keji yang menewaskan 93 orang tersebut. Di beberapa headline dan tajuk, tudingan pun mengarah pada kaum muslim, terutama kelompok garis keras Al-Qaeda.

Belakangan, pelakunya diketahui seorang fundamentalis Kristen bernama Anders Behring Breivik. Dia seorang pembenci muslim dan menganggap dirinya sebagai tentara perang salib yang besar. Dia mengaku memiliki misi untuk menyelamatkan orang-orang Kristen Eropa dari gelombang pengaruh Islam.
Disini saya bukan bermaksud menyalahkan agama yg dianut oleh breivik, karena menurut saya , seluruh agama apapun punya penganut yg memiliki potensi radikalisme yang berlebihan, yang menjadi concern saya adalah sikap media yang mengabaikan proses investigasi dan asas praduga tak bersalah.

Nah, sebelum si pembantai itu ditangkap, media-media besar seperti The Sun sudah menuding muslim di balik peristiwa tersebut. Bahkan, media milik Rupert Murdoch itu sudah jelas-jelas menulis Al Qaeda di headline.

"Pembantaian Al Qaeda: Norwegia 9/11" judul banner media tersebut pada Sabtu, 23 Juli 2011.

Kritikan pun bermunculan dari kalangan jurnalis. Terutama yang memandang tulisan-tulisan di atas sebagai sebuah penghakiman prematur.

"Istilah 'tak bersalah sampai terbukti bersalah' telah digantikan 'bersalah sampai terbukti tak bersalah' ketika menyangkut kaum muslim," kata komentator Inggris kelahiran Irak, Adnan Al Daini, di www.huffingtonpost.com.


Ivor Gaber, profesor jurnalisme politik di City University, London, melihat ada sebuah fenomena 'kemalasan' dan 'kedengkian' di kalangan media. Hal ini bisa dipengaruhi oleh insiden tertentu yang terjadi pada masa lalu dan untuk menyebarkan ketakutan.

"Kita menciptakan kepanikan moral karena media populer menebarkan ketakutan dari luar," ujarnya. "Yang paling populer sekarang adalah teroris Islam, jadi itu hal yang cepat diangkat," sambungnya.

Perdebatan pun muncul pada penggunaan istilah teroris. Beberapa media Eropa menyebut Anders Behring Breivik sebagai teroris. Sementara beberapa media Amerika Serikat konsisten menyebutnya pembunuh. Padahal, aksi Anders, berdasarkan beberapa analisis sudah menyerupai teror yang keji dari aksi kriminal apa pun. Bahkan Norwegia menjeratnya dengan UU Terorisme.

Bagaimana pendapat Anda?

peristiwa ini jelas merupakan BUKTI KUAT, STANDAR GANDA MEDIA SEKULER-LIBERAL..... 

 Maka saya memiliki saran kepada seluruh masyarakat awam agar tidak menelan mentah-mentah apa yg disajikan media kebanyakan, tapi carilah dari sumber keduabelahpihak (klarifikasi) , entah itu untuk kasus apapun....
sehingga kebenaran tidak akan terlihat begitu samar dan abu-abu.


*nb: dirangkum dari berbagai sumber

Selasa, 12 Juli 2011

follow your moms

Banyak anak di dunia ini yg begitu meremehkan sang bunda, mungkin karena taraf pendidikan yg lebih modern dibandingkan sang bunda, mungkin karena dianggap sang bunda tersebut out of date, tapi ingat intuisi seorang ibu terhadap anaknya begitu tajam, melebihi intuisi dari apapun. Pengalaman saya membuktikan hal tersebut, anugerah yg diberikan tuhan terhadap ibu karena begitu tulusnya cinta tanpa pamrih yg diberikan kepada anak-anaknya, seorang ibu tak akan pernah merasa lelah menasehati anak2nya walau sesering apapun anaknya melanggar nasihat dan petuahnya. seringkali prediksi serta akurasi kita terhadap sesuatu hal tanpa persetujuan ibu justru berakhir dengan sebuah kegagalan. Ibu dari anak manapun di dunia ini tak mungkin tidak menginginkan anaknya berhasil, oleh karena itu, ikutilah petunjuk ibumu, niscaya kamu akan berhasil, dengan kerja keras, berdoa dan restu ibumu, tak usah takut hadapi apapun di dunia ini....

Rabu, 11 Mei 2011

Ditertawakan Tuhan...

Sisi manusia padaku seringkali melupakanNya ketika berada pada saat kejayaan, sisi kemanusiaan pada diriku seringkali mengabaikan laranganNya demi kepuasan akan terpuaskan nafsu ini pada saat di tengelamkan kesenangan. Ketika roda kehidupan berputar , alangkah lucunya berjanji kepadaNya di setiap doa selepas ibadah setelah berkali-kali melanggarnya, alangkah lucunya mengharapkanNya ketika sejauh melangkah tak ada Tuhan di ambang nalar keputusan. Sungguh hal ini membuatku ditertawakan olehNya...Tapi Tuhan adalah Tuhan, bukan kita, bukan mereka, dan bukan pula kalian, aku masih yakin dia adalah sang Maha Pengampun dan tak akan mengecewakan yang bergantung kepadaNya....Hanya saja kita tak akan tahu seberapa lama dia' memberi pelajaran' kepada kita setelah apa yang kita lakukan sejauh ini.

Selasa, 10 Mei 2011

Catatan Seorang Aktivis


Apa hasil reformasi? Kenapa tak juga 'menghasilkan' sesuatu, yang ada hanyalah euforia sesaat, tidak  ada penjelasan yg logis tentang konklusi sebagian masyarakat tentang nyamannya hidup di bawah rezim orde sebelumnya, walau kamuflase ,ternyata mereka menikmati kesejahteraan semu tersebut. Reformasi memang setidaknya melahirkan 'kebebasan berekspresi' mulai dari kebebasan pers, bebas untuk membuat agama baru, bebas untuk melakukan apapun ,segalanya berlindung dibalik kata 'demokrasi'...sebenarnya para aktivis muda ini dimanfaatkan sebagian elite politik yang berjuang hanya untuk 'mengantikan' personal rezim sebelumnya, dengan melupakan urgensi pergantian terhadap 'sistem' yang ada...
Apakah skenario sebuah sandiwara hanya bisa dilakukan dengan pergantian aktor/artis (personal changed) tanpa menganti dalang yang mengatur alur skenario tersebut?? 
Jelas reformasi model seperti ini adalah reformasi yang jauh dari kata REVOLUSIONER....